Mandatory Disclosure Rule, Perlukah Diterapkan di Indonesia??



          
Mandatory Disclosure Rule, Perlukah Diterapkan di Indonesia??


            Berdasarkan UU KUP No. 28 Tahun 2007 (Pasal 1 Ayat 1), pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam kegiatan usahanya, perusahaan tentu menginginkan laba yang maksimal. Untuk itu, suatu perusahaan baik domestic maupun multinasional berusaha untuk mwminimalkan beban pajaknya dengan cara memanfaatkan kelemahan peraturan perpajakan di suatu negara, baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal.           
            Istilah perencanaan pajak pada umumnya adalah Tax Planning yang merupakan perencanaan pajak secara legal tanpa menyalahi aturan perpajakan yang berlaku (Acceptable Tax Avoidance atau Defensive Tax Planning). Namun, adakalanya perusahaan melakukan penghindaran pajak (Tax Avoidance), baik yang sesuai dengan koridor hukum yang berlaku maupun yang tidak sesuai dengan koridor hukum, yang nantinya dapat berujung pada pelaksanaan Tax Evasion (penggelapan pajak) yang sudah tiidak mengindahkan aturan yang ada dan dilakukan secara illegal dalam rangka memperkecil beban pajaknya. Untuk itu, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menggagas aturan Mandatory Disclosure Rule (MDR) yang merupakan bagian dari Rencara Aksi Anti-BEPS (Base Erosion and Profit Shifting).
            Mandatory Disclosure Rule merupakan sebuah aturan yang mengharuskan wajib pajak dan promotornya (konsultan pajak, akuntan, lembaga investasi atau perbankan) untuk melaporkan perencanaan pajak klien mereka. Hal tersebut dilakukan agar otoritas pajak mendapatkan informasi lebih awal terkait potensi terdapatnya skema penghindaran pajak yang mengarah pada aggressive tax planning dalam rangka melakukan risk assessment. Praktik Mandatory Disclosure Rule sendiri telah diterapkan di negara lain, seperti Amerika, United Kingdom (UK), Irlandia, Portugal, Kanada, dan Afrika Selatan, dimmana negara-negara tersebut telah sukses menerapkan MDR untuk peningkatan pendapatan pajak mereka. Di negara-negara tersebut, terdapat perbedaan mengenai siapa yang wajib melaporkan skema perpajakan yang diterapkan dalam Tax Planning, yaitu ada yang hanya mengharuskan Wajib Pajak atau promotor, dan ada juga yang mengharuskan keduanya (WP dan promotor) dalam melaporkan skema perpajakannya.
            Mandatory Disclosure Rule ini sangat berpengaruh terhadap penerimaan negara, jika otoritas pajak suatu negara mengetahui skema perencanaan perpajakan tiap perusahaan, maka mereka dapat mengetahui mana yang acceptable dan dapat digunakan, serta mana yang unacceptable dan mengharuskan WP untuk membayar pajak sebagaimana mestinya apabila perusahaan tidak melakukan perencanaan pajak yang unacceptable tersebut, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan basis penerimaan pajak negara.  
            Di Indonesia sendiri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah merencanakan pemberlakuan Mandatory Disclosure Rule agar dapat diberlakukan di Indonesia. Pemberlakuan MDR tersebut bertujuan agar meningkatkan transparansi antara otoritas pajak dan WP serta promotornya terkait skema perpajakan yang digunakan, sehingga tidak menggerus basis penerimaan pajak di Indonesia. Dalam rangka penerapan Mandatory Disclosure Rule ini, DJP melakukan penyempurnaan terhadap regulasi pelaksanaan UU No. 9 tahun 2017 yang mengatur mengenai Transfer Pricing, Advance Pricing Agreement (APA), Mutual Agreement Prosedure (MAP), serta penerapan anti abuse treaty dan beneficial owner test untuk memanfaatkan treaty benefits.MDR ini rencananya akan diberlakukan bagi perusahaan multinasional yang menjadi Wajib Pajak Indonesia. Penerapan tersebut juga berdasarkan pada banyaknya investor asing yang menanamkan modal di Indonesia dan banyaknya sumber daya di Indonesia yang memungkinkan untuk pwningkatan penerimaan sektor pajak di Indonesia.
            Namun, penerapan Mandatory Disclosure Rule ini juga menuai kritik dari berbagai pihak,, diantaranya adalah Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijo Handojo yang menilai bahwa Indonesia belum saatnya untuk menerapkan Mandatory Disclosure Rule karena penyelundupan pajak di Indonesia dinilai masih sederhana. Selanjutnya, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center, Ajib Hamdani juga berpendapat bahwa pemerintah perlu mengkaji ulang terkait pelaksanaan MDR, karena dalah Undang-Undang tidak ada aturan yang melarang wajib pajak untuk melakukan transaksi sesuai skema masing-masing dan penerapan MDR juga bertentangan dengan pemungutan pajak di Indonesia yang berdasarkan basis self assessment. Sedangkan, pengamat perpajakan, Danny Darussalam Tax Center (DDTC) menyarankan agar sebelum menerapkan MDR ini, pemerintah membuat aturan yang jelas untuk membedakan antara tax planning yang agresif dengan tax planning yang low, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda antara otoritas pajak (DJP) dan Wajib Pajak (Sumber: kurva.co.id).
            Kemudian, dengan adanya sikap pro dan kontra terhadap rencana pemberlakuan aturan Mandatory Disclosure Rule di Indonesia, bagaimana pendapat sobat fokus? Apakah Mandatory Disclosure Rule ini perlu dan layak diterapkan di Indonesia? atau bahkan sebaliknya, Indonesia masih belum perlu menerapkan aturan Mandatory Disclosure Rule ini?  So, jangan lupa tinggalkan jejak pendapat sobat fokus dalam menyikapi MDR ini di kolom komentar J
Selamat Membaca dan Selamat Berargumen J   

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama