Latar Belakang Adanya Pajak Karbon
Perubahan iklim hingga saat ini masih terus terjadi dan kian memprihatinkan setiap tahunnya. Kondisi ini sebagian besar disebabkan oleh adanya emisi karbon yang perlu mendapatkan perhatian khusus sebagai isu lingkungan global. Dampak perubahan iklim dapat meningkatkan suhu bumi secara global atau yang kita kenal sebagai pemanasan global. Untuk meminimalisir emisi karbon, beberapa negara telah menetapkan kebijakan pajak karbon.
Pajak karbon (carbon tax) atau pajak emisi karbon adalah pajak yang dikenakan terhadap pemakaian bahan bakar berdasarkan tingkat kadar karbonnya. Sedangkan menurut IBFD International Tax Glossary (2015), pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil. Bahan bakar hidrokarbon (seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara) mengandung unsur karbon yang akan menjadi karbon dioksida (CO²) dan senyawa lainnya ketika dibakar. Pada dasarnya, penerapan pajak karbon akan menarik pajak dari penggunaan bahan bakar tersebut diikuti dengan penurunan polusi udara dan upaya pencegahan perubahan iklim.
CO² merupakan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Penerapan pajak karbon ini diupayakan dapat digunakan untuk retribusi atas emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh bahan bakar tersebut. Pajak karbon terlahir melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan sebagai salah satu langkah kebijakan fiskal yang berguna sebagai instrumen pengendali perubahan iklim, khusus masalah gas rumah kaca. Pajak karbon di Indonesia akan mulai diterapkan pada tanggal 1 April 2022 pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Penerapan pajak karbon berpotensi memberikan sumbangsih positif dan berkelanjutan bagi bangsa Indonesia ke depannya seperti dapat menurunkan emisi gas rumah kaca, mendorong konsumen dan pengusaha lebih hemat energi dan berinvestasi pada teknologi hemat energi, munculnya kesederhanaan administrasi dalam pemungutan pajak serta menaikkan pendapatan pemerintah dari segi penerimaan pajak.
Kerusakan lingkungan akibat emisi karbon perlu dihitung dan dibebankan untuk ditetapkan jumlah Harga Karbon (carbon pricing) sebagai alat untuk mengetahui biaya eksternal emisi gas rumah kaca. Harga karbon merupakan bentuk kompensasi yang dibayarkan oleh pencemar kepada masyarakat. Penetapan harga karbon digunakan sebagai pemicu penurunan emisi karbon. Produsen emisi akan berusaha mengurangi beban pungutan wajib dengan membuatnya efisien dalam menghasilkan emisi.
Keuntungan Penetapan Pajak Karbon
Pendapatan atas perolehan pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk mendanai penelitian dan pengembangan mengenai energi terbarukan dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. Pendapatan juga dapat dialokasikan untuk mengurangi dampak dari emisi karbon di masa mendatang serta berguna untuk pengendalian perubahan iklim. Penggunaan pendapatan yang digunakan untuk mencapai efisiensi energi merupakan upaya atau langkah untuk mendorong penurunan emisi karbon.
Walaupun demikian, pemerintah Indonesia dalam menerapkan kebijakan pajak karbon, diharapkan untuk tetap memperhatikan beberapa hal sebagai konsekuensi atas pengimplementasian kebijakan tersebut, seperti timbulnya distorsi ekonomi dan dampak pada rumah tangga berpendapatan rendah. Oleh karena itu, kebijakan pajak karbon ini harus di desain secara adil dan berdampak positif serta mekanisme yang sinergis dan kompatibel dengan struktur perekonomian Indonesia
Tantangan Penerapan Pajak Karbon di Indonesia
Dalam menerapkan kebijakan pajak karbon di tanah air, terdapat beberapa hal yang harus dikaji dan diperhatikan oleh pemerintah. Salah satunya yaitu ketepatan waktu pemberlakuan kebijakan tersebut. Penentuan waktu dan momentum yang tepat terkait pemberlakuan kebijakan pajak karbon merupakan salah satu hal yang krusial. Hal ini dikarenakan pemberlakuan pajak karbon dapat menyebabkan distorsi perekonomian.
Salah satunya yaitu akan berimbas pada kenaikan harga jual barang dan jasa yang menghasilkan emisi karbon dalam proses produksinya. Maka secara tidak langsung akan terjadinya kenaikan harga jual akibat pemberlakuan pajak karbon, sehingga akan memengaruhi tingkat permintaan dan konsumsi masyarakat atas barang dan jasa tersebut. Terlebih, Indonesia saat ini masih sedang berada pada tahap pemulihan ekonomi akibat terjadinya pandemi Covid-19 yang menyebabkan perekonomian nasional menjadi lumpuh dan terhambat. Tingkat konsumsi dan permintaan masyarakat yang berkurang akan memperlambat pemulihan perekonomian Indonesia. Baik secara langsung maupun tidak langsung, tingkat kesejahteraan masyarakat akan menjadi menurun. Biaya produksi yang semakin meningkat akan mendorong pengusaha untuk mengurangi pengeluaran bisnis, salah satunya yaitu pemutusan tenaga kerja yang dapat menimbulkan pengangguran.
Daftar Pustaka
Kementerian Keuangan. (2021). Pajak Karbon Sebagai Instrumen Pengendali Perubahan Iklim. Diakses pada 15 Februari 2022 pada https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pajak-karbon-sebagai-instrumen-pengendali-perubahan-iklim/.
Maghfirani, Hilwa Nurkamila. (2022). Analisis Tantangan Penerapan Pajak Karbon di Indonesia. Juremi: Jurnal Riset Ekonomi Vol.1 No.4. https://doi.org/10.53625/juremi.v1i4.746.
Saputra, Agustinus Imam. (2021). PAJAK KARBON SEBAGAI SUMBER PENERIMAAN NEGARA DAN SISTEM PEMUNGUTANNYA. Jurnal Anggaran dan Keuangan Negara Indonesia Vol.3 No.1. DOI: https://doi.org/10.33827/akurasi2021.vol3.iss1.art96.