Menurut International Accounting Standard 41,
aset biologis didefinisikan sebagai tumbuhan dan hewan yang hidup dan
dikendalikan atau dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari kejadian masa
lalu. Pengendalian atau penguasaan tersebut dapat melalui kepemilikan atau
jenis perjanjian legal lainnya.
Tujuan
dari IAS 41 adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi dan pengungkapan yang
berhubungan dengan aktivitas agrikultur. Standar ini diterapkan untuk produk
agrikultur yang merupakan produk hasil dari aset biologis suatu entitas, hanya
sampai saat panen. Setelah itu produk diukur berdasarkan IAS 2 tentang
persediaan. IAS 41 merupakan standar yang bertujuan untuk menentukan
perlakuan akuntansi dan pengungkapan terkait hasil pertanian dan aset biologis
yang mensyaratkan bahwa setiap aset biologis, dalam laporan keuangan harus
dinilai dengan nilai wajar (fair value) pada setiap akhir periode
pelaporan. Hal tersebut, dapat mengakibatkan timbulnya rugi atau laba yang
terjadi karena penurunan atau kenaikan nilai aset tersebut, harus dilaporkan
dalam laporan keuangan perusahaan pada periode terjadinya.
IAS
41 diterapkan untuk memperhitungkan aktivitas
agrikultur berikut ini (IAS 41:1):
1.
Biological assets
2.
Hasil pertanian pada saat panen,
dan
3. Hibah pemerintah
Standar
ini tidak berlaku untuk (IAS 41:1):
1.
Tanah yang berkaitan dengan
aktivitas agrikultur (lihat IAS 16 Aset Tetap dan IAS 40 Investasi
Properti), dan
2. Aset tidak berwujud yang terkait dengan aktivitas agrikultur (lihat IAS
38 Aset Tidak Berwujud).
Aset
biologis merupakan tanaman dan hewan yang mengalami transformasi biologi.
Transformasi biologis terdiri dari proses pertumbuhan, degenerasi, produksi dan
prokreasi yang menyebabkan perubahan secara kualitatif dan kuantitatif dalam
kehidupan hewan dan tumbuhan. Karena mengalami transformasi biologis, maka
diperlukan pengukuran yang dapat menunjukkan nilai dari aset tersebut secara
wajar sesuai dengan kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan ekonomis
bagi perusahaan. IASC (International Accounting Standar Committee) telah
mempublikasikan IAS 41 tentang Agriculture yang mengatur tentang aset biologis.
Aset
biologis yang dimiliki oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan
salah satunya adalah berupa tanaman kayu. Tanaman kayu yang menghasilkan
tersebut pun bisa dimasukkan kedalam laporan keuangan. Karena, tanaman
mempunyai karakteristik utama yaitu mereka diperoleh untuk digunakan dalam
proses dan bukan untuk dijual kembali, karena tanaman tumbuhdalam jangka
panjang di alam dan biasanya disusutkan, serta karena tanaman juga mempunyai
substansi fisik.
Pengakuan
Aset Biologis
1. Entitas harus mengakui aset biologis atau hasil agrikultur ketika, dan
hanya ketika (IAS 41:10):
2.
Entitas dapat mengendalikan aset
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu. Dalam kegiatan ternak, pengendalian
dapat dibuktikan dengan adanya hukum kepemilikan ternak dan branding atau
penandaaan ternak, kelahiran, atau menyapih (IAS 41:11).
3.
Besar kemungkinan manfaat ekonomis
aset di masa datang akan mengalir ke entitas, biasanya dinilai dengan mengukur
atribut fisik (IAS 41:11).
4. Nilai wajar atau biaya aset dapat diukur secara andal.
Bahwa
pengukuran nilai biological asset pada nilai wajarnya harus dilakukan pada
setiap tanggal neraca. Hal ini karena sifat biological asset yang mengalami
transformasi secara terus menerus dari mulai tahap pertumbuhan, degenerasi,
menghasilkan, sampai tahap produksi sehingga nilai wajar yang dicatat harus
dapat mencerminkan transformasi yang terjadi. Pengukuran kembali setiap
tahunnya akan mengakibatkan munculnya keuntungan atau kerugian atas selisih
penilaian kembali biological asset. Setiap keuntungan atau kerugian yang
terjadi setiap tahunnya yang menyebabkan perubahan nilai wajar biological asset
tersebut dicatat pada laba rugi tahun berjalan.
Selain
pengukuran berdasarkan nilai wajar, pengukuran aset biologis juga dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi semua pengeluaran untuk mendapatkan aset
biologis tersebut dan kemudian menjadikannya sebagai nilai dari aset biologis
tersebut. Pendekatan yang berbeda tentang pengukuran aset biologis tersebut
dapat dilihat pada peraturan perpajakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Keuangan No.249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan Atas Pengeluaran untuk
Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha
Tertentu.
Pengungkapan dan Penyajian Aset Biologis
Beberapa item yang harus diungkapkan dalam IAS 41 adalah sebagai
berikut:
(IAS 41:40) Entitas harus mengungkapkan keuntungan atau kerugian
yang timbul saat pengakuan awal aset biologis dan hasil agrikultur pada
perubahan nilai wajar dikurangi estimasi biaya penjualan aset biologis.
(IAS 41:41) Entitas harus memberikan deskripsi pada setiap
kelompok aset biologis,
(IAS 41:42)pengungkapan aset biologis tersebut dapat berbentuk
narasi atau deskripsi.
(IAS 41:43) Deskripsi perhitungan dari setiap kelompok aset
biologis harus membedakan antara aset biologis yang bersifat dapat dikonsumsi
dengan aset biologis pembawa, atau antara aset biologis yang belum dewasa
dengan yang telah dewasa. Perbedaan ini memberikan informasi yang mungkin dapat
bermanfaat dalam menilai arus kas masa depan.
(IAS 41:44) Aset biologis yang dapat dikonsumsi (comsumable)
adalah aset biologis yang akan dipanen sebagai produksi agrikultur atau untuk
tujuan dijual, misalnya produksi daging, ternak yang dimiliki untuk dijual,
jagung dan gandum, serta pohon-pohon yang ditanam untuk dijadikan kayu.
Sedangkan aset biologis pembawa adalah aset biologis selain yang tergolong pada
aset biologis habis, seperti ternak untuk memproduksi susu, tanaman anggur, dan
pohon-pohon yang menghasilkan kayu sementara pohon tersebut masih tetap hidup.
Pembawa aset biologis yang tidak menghasilkan produk agrikultur dinamakan self-regeneration.
(IAS 41:45) Aset biologis dapat diklasifikasikan baik sebagai
aset biologis yang telah dewasa atau yang belum dewasa. Aset biologis yang
telah dewasa adalah aset biologis yang telah mencapai spesifikasi untuk dipanen
(untuk aset biologis konsumsi) atau aset biologis yang mampu mempertahankan
panen secara rutin (untuk aset biologis pembawa).
(IAS 41:46) Jika tidak diungkapkan dalam publikasi informasi
keuangan, suatu entitas harus menjelaskan hal-hal berikut ini:
1.
Sifat dari kegiatan yang
melibatkan kelompok aset biologis,
2.
Tindakan non-keuangan atau
perkiraan jumlah fisik setiap kelompok aset biologis pada akhir periode maupun
hasil pertanian selama periode tersebut.
(IAS 41:50) Entitas harus menyajikan rekonsiliasi perubahan
dalam jumlah tercatat aset biologis awal dan akhir periode berjalan.
Rekonsiliasi tersebut mencakup:
1.
Keuntungan atau kerugian yang
timbul dari perubahan nilai wajar dikurangi estimasi biaya penjualan.
2.
Peningkatan aset biologis karena
pembelian.
3.
Penurunan aset biologis yang
disebabkan oleh penjualan dan aset biologis tersebut dikategorikan sebagai aset
yang dimiliki untuk dijual,
4.
Adanya penurunan aset biologis
karena panen.
5.
Adanya peningkatan aset biologis
karena penggabungan usaha.
6. Perbedaan yang timbul karena penjabaran laporan keuangan ke dalam mata
uang pelaporan yang berbeda, serta perubahan lainnya.
(IAS 41:51) Nilai wajar dikurangi estimasi biaya penjualan aset
biologis dapat berubah karena adanya perubahan fisik dan harga pasar. Dalam
kasus seperti ini, entitas dianjurkan untuk mengungkapkan jumlah perubahan
nilai wajar dikurangi estimasi biaya penjualan berdasarkan kelompok dan
memasukkannya dalam laporan laba/rugi. Namun, informasi ini kurang berguna
ketika siklus produksi
Penerapan
IAS 41 di Indonesia
Terdapat beberapa hambatan yang masih dihadapi negara dalam konvergensi
IFRS/IAS, antara lain adalah :
1.
Masih adanya ketidak sesuaian
standar dibeberapa negara dengan ketentuan IFRS (seperti aturan tentang
instrumen keuangan dan standar pengukuran berdasar fair value accounting).
Sedangkan kebanyakan perusahaan di Indonesia masih menggunakan historical
cost.
2.
Masih terdapat perbedaan
kepentingan antara IFRS yang berorientasi pada capital market dengan
standar akuntansi negara-negara yang berorientasi pada ketentuan yang berlaku
di negaranya.
3.
Adanya berbagai aturan yang
kompleks dalam IFRS dianggap sebagai hambatan bagi sebagian negara untuk
melakukan konvergensi.
DAFTAR PUSTAKA
International
Accounting Standard Committee. 2009. International Accounting Standard 41
Agriculture.
Natasari, Dina dan Rizky Wulandari. 2018. Akuntansi
Aset Biologis : Perlukah Adopsi International Public Sector Accounting
Standard (IPSAS) 27 dalam Standar Akuntansi Pemerintah. Jurnal Gama
Societa. Vol 1 No.1 Hal 71-79.
Tags:
akuntansikeuangan