Pada
perkembangannya, akuntansi tidak hanya sebatas proses pertanggung jawaban
keuangan namun juga mulai merambah ke wilayah pertanggungjawaban sosial
lingkungan sebagai ilmu akuntansi yang relatif baru. Akuntansi lingkungan
menunjukkan biaya riil atas input dan proses bisnis serta memastikan adanya
efisiensi biaya, selain itu juga dapat digunakan untuk mengukur biaya kualitas
dan jasa. Tujuan utamanya adalah dipatuhinya perundangan perlimdungan
lingkungan untuk menemukan efisiensi yang mengurangi dampak dan biaya lingkungan.
(Helvegia ,2001).
Akuntansi
lingkungan ini
merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mengidentifikasikan,
mengukur, menilai, dan melaporkan akuntansi biaya lingkungan. Menurut Mathew
dan Parrerra (1996), akuntansi lingkungan ini digunakan untuk memberikan
gambaran bentuk komprehensif akuntansi yang memasukkan extrenalities kedalam
rekening perusahaan seperti informasi tenaga kerja, produk, dan pencemaran
lingkungan. Dalam hal ini, pencemaran dan limbah produksi merupakan salah satu
contoh dampak negatif dari operasional perusahaan yang memerlukan sistem
akuntansi lingkungan sebagai kontrol terhadap tanggung jawab perusahaan sebab
pengelolaan limbah yang dilakukan oleh perusahaan memerlukan
pengidentifikasian, pengukuran, penyajian, pengungkapan, dan pelaporan biaya
pengelolaan limbah dari hasil kegiatan operasional perusahaan.
Metode
pengalokasian biaya untuk pengelolaan lingkungan ini pada umumnya dialokasikan
sebagai biaya tambahan, yaitu biaya selama satu tahun periode akuntansi untuk
mengelola berbagai kemungkinan dari dampak pencemaran lingkungan dan dampak
negatif sisa oprasional usaha dimasukkan dalam pos biaya umum.(Kohln.2003)
Secara praktis, pengalokasian tersebut tidak bermasalah pada penanggulangan
dampak negatif tersebut, namun secara akuntansi pengalokasian biaya yang tidak
dilakukan secara sistematis dengan metode penjelasan alokasi biaya tersebut
dapat mengurangi akuntabilitas perusahaan yang bersangkutan. Pertanggungjawaban
penggunaan biaya lingkungan yang dimasukkan dalam pos yang tidak secara detail
dapat mengungkap pengidentifikasian, pengklasifikasian, pengukuran, penilaian,
dan pelaporan penggunaan biaya tersebut menjadi bias. (Hadisatmoko.2000)
Tahap
Tahap Perlakuan Alokasi Biaya Lingkungan
Sebelum mengalokasikan pembiayaan untuk pengelolaan dampak
lingkungan seperti pengelolaan limbah, pencemaran lingkungan, dan efek sosial
masyarakat lainnya, perusahaan perlu merencanakan tahap pencatatan pembiayaan
tersebut. Tahap tahap ini dilakukan dalam rangka agar pengalokasian anggaran
yang telah dipersiapkan untuk satu tahun periode akuntansi tersebut dapat
diterapkan secara tepat dan efisien. Menurut Munn (1999) dalam bukunya yang
berjudul “A System View of Accounting for Waste” mengungkapkan bahwa pencatatan
pembiayaan untuk mengelola sampah-sampah yang dikeluarkan dari hasil sisa
produksi suatu usaha dialokasikan dalam tahap tahap tertentu yang masing masing
tahap memerlukan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, dan tahap tahap
pencatatan itu dapat dilakukan sebelum peridoe akuntansi berjalan sesuai dengan
proses produksi yang dilakukan perusahaan tersebut. (Munn,1999).
Richard Kingstone (2003) dalam situs berita di Amerika
Serikat menyatakan bahwa pencatatan untuk mengelola segala macam yang berkaitan
dengan limbah sebuah perusahaan didahului dengan perencanaan yang akan
dikelompokkan dalam pos pos tertentu sehingga dapat diketahui kebutuhan riil
setiap tahunnya. Pengelompokkan dalam tahap analisis lingkungan sebagaimana
yang ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tersebut
antara lain sebagai berikut (Murni, 2001):
1. Identifikasi
Pertama kali perusahaan hendak
menentukan biaya untuk pengelolaan biaya penanggulangan eksternality yang
mungkin terjadi dalam kegiatan operasional usahanya adalah dengan
mengidentifikasi dampak dampak negatif tersebut.
Sebagai contoh misalnya sebuah Rumah Sakit yang diperkirakan
akan menghasilkan limbah berbahaya sehingga memerlukan penanganan khusus untuk
hal tersebut mengidentifikasi limbah yang mungkin ditimbulkan antara lain:
limbah padat, cair, maupun radioaktif yang berasal dari kegiatan instalasi
rumah sakit atau kegiatan karyawan maupun pasien (Sudigyo, 2002). Macam
macam kemungkinan dampak ini diidentifikasi sesuai dengan bobot dampak negatif
yang mungkin timbul.
2. Pengakuan
Elemen-elemen tersebut yang telah diidentifikasikan selanjutnya diakui sebagai rekening dan disebut sebagai biaya pada saat menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan lingkungan tersebut. Pengakuan biaya-biaya dalam rekening ini dilakukan pada saat menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan sebab pada saat sebelum nilai atau jumlah itu dialokasikan tidak dapat disebut sebagai biaya sehingga pengakuan sebagai biaya dilakukan pada saat sejumlah nilai dibayarkan untuk pembiayaan pengelolaan lingkungan. (PSAK,2002)
Elemen-elemen tersebut yang telah diidentifikasikan selanjutnya diakui sebagai rekening dan disebut sebagai biaya pada saat menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan lingkungan tersebut. Pengakuan biaya-biaya dalam rekening ini dilakukan pada saat menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan sebab pada saat sebelum nilai atau jumlah itu dialokasikan tidak dapat disebut sebagai biaya sehingga pengakuan sebagai biaya dilakukan pada saat sejumlah nilai dibayarkan untuk pembiayaan pengelolaan lingkungan. (PSAK,2002)
3. Pengukuran
Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam satuan moneter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai dan jumlah biaya yang akan dikeluarkan ini dapat dilakukan dengan mengacu pada realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada periode sebelumnya, sehingga akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat sesuai kebutuhan riil setiap periode. Dalam hal ini, pengukuran yang dilakukan untuk menentukan kebutuhan pengalokasian pembiayaan tersebut sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan sebab masing masing perusahaan memiliki standar pengukuran jumlah dan nilai yang berbeda-beda.
Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam satuan moneter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai dan jumlah biaya yang akan dikeluarkan ini dapat dilakukan dengan mengacu pada realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada periode sebelumnya, sehingga akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat sesuai kebutuhan riil setiap periode. Dalam hal ini, pengukuran yang dilakukan untuk menentukan kebutuhan pengalokasian pembiayaan tersebut sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan sebab masing masing perusahaan memiliki standar pengukuran jumlah dan nilai yang berbeda-beda.
4. Penyajian
Biaya yang timbul dalam pengelolaan lingkungan ini disajikan bersama sama dengan biaya-biaya unit lain yang sejenis dalam sub-sub biaya administrasi dan umum. Penyajian biaya lingkungan ini didalam laporan keuangan dapat dilakukan dengan nama rekening yang berbeda-beda sebab tidak ada ketentuan yang baku untuk nama rekening yang memuat alokasi pembiayaan lingkungan perusahaan tersebut.
Biaya yang timbul dalam pengelolaan lingkungan ini disajikan bersama sama dengan biaya-biaya unit lain yang sejenis dalam sub-sub biaya administrasi dan umum. Penyajian biaya lingkungan ini didalam laporan keuangan dapat dilakukan dengan nama rekening yang berbeda-beda sebab tidak ada ketentuan yang baku untuk nama rekening yang memuat alokasi pembiayaan lingkungan perusahaan tersebut.
5. Pengungkapan
Pada umumnya, akuntan akan mencatat biaya biaya tambahan ini dalam akuntansi konvensional sebagai biaya overhead yang berarti belum dilakukan spesialisasi rekening untuk pos biaya lingkungan. Akuntansi lingkungan menuntut adanya alokasi pos khusus dalam pencatatan rekening pada laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan- sehingga dalam pelaporan akuntansi keuangan akan muncul bahwa pertanggung jawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan tidak sebatas pada retorika namun telah sesuai praktis didalam pengelolaan sisa hasil operasional perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Jain. R.K.(1998) dalam bukunya berjudul Environmental Impact Assesment disebutkan bahwa sistem pencatatan akuntansi yang memerlukan penanganan khusus dalam hal ini adalah sistem akuntansi lingkungan yang memerlukan kamar tersendiri dalam neraca keseimbangan setiap tahunnya.
Pada umumnya, akuntan akan mencatat biaya biaya tambahan ini dalam akuntansi konvensional sebagai biaya overhead yang berarti belum dilakukan spesialisasi rekening untuk pos biaya lingkungan. Akuntansi lingkungan menuntut adanya alokasi pos khusus dalam pencatatan rekening pada laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan- sehingga dalam pelaporan akuntansi keuangan akan muncul bahwa pertanggung jawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan tidak sebatas pada retorika namun telah sesuai praktis didalam pengelolaan sisa hasil operasional perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Jain. R.K.(1998) dalam bukunya berjudul Environmental Impact Assesment disebutkan bahwa sistem pencatatan akuntansi yang memerlukan penanganan khusus dalam hal ini adalah sistem akuntansi lingkungan yang memerlukan kamar tersendiri dalam neraca keseimbangan setiap tahunnya.
Biaya
yang dicatat dalam jurnal penjelas dapat diartikan bahwa biaya yang sebelumnya
dicatat dalam pos pos gabungan seperti biaya umum atau biaya overhead perlu
untuk dibuatkan pos khusus yang memuat daftar alokasi biaya khusus untuk
pengelolaan eksternal sebagai sisa hasil operasional usaha.(Munn,1999)
Kemungkinan untuk memuat seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam pos khusus
menjadi sebuah neraca khusus tetap ada, namun meski demikian minimal dalam
sebuah laporan keuangan adanya rekening khusus yang dapat menjelaskan alokasi
biaya lingkungan tersebut menjadi satu kesatuan pos rekening laporan keuangan
yang utuh dan secara rinci pengeluaran biaya tersebut sejak awal perencanaan
proses akuntansi lingkungan sampai pada saat penyajian pemakaian biaya
tersebut. (Purnomo,2000)
Peranan
Akuntan dalam Masalah Lingkungan
Secara tidak langsung, akuntan dan akuntansi lingkungan
dapat berperan dalam membantu masalah penanganan lingkungan. Gray (1993)
mengemukakan peranan akuntan dalam membantu manajemen mengatasi masalah
lingkungan melalui 5 (lima) tahap, yaitu:
1. Sistem akuntansi yang ada saat ini
dapat dimodifikasi untuk mengidentifikasi masalah lingkungan dalam hubungannya
dengan masalah pengeluaran seperti biaya kemasan, biaya hukum, biaya sanitasi,
dan biaya lain lain yang berkenaan dengan efek lingkungan.
2. Hal-hal yang negatif dari sistem
akuntansi saat ini perlu diidentifikasikan, seperti masalah penilaian investasi
yang belum mempertimbangkan masalah lingkungan.
3. Sistem akuntansi perlu memandang
jauh kedepan dan lebih peka terhadap munculnya isu isu lingkungan yang selalu
berkembang.
4. Pelaporan keuanganuntuk pihak
eksternal dalam proses berubah, seperti misalnya berubah ukuran kerja
perusahaan di masyarakat.
5. Akuntansi yang baru dari sistem
informasi memerlukan pengembangan seperti pemikiran tentang kemungkinan adanya
”eco balance sheet”.
Referensi:
Hadisatmoko, 1998, Bisnis dan Lingkungan, ditinjau
dari sisi akuntansi, Artikel Majalah Media Akuntansi, Edisi V, IAI,
Jakarta, 1998
Tags:
akuntansikeuangan